Kemacetan di Jakarta dan Sebagian Kecil Solusinya serta Peran Masyarakat Dalam Mengurangi Kemacetan

Thursday, October 01, 2015

Macet, rasanya situasi tersebut sudah tidak aneh lagi bagi para pengguna jalanan di kota-kota besar di Indonesia, termasuk juga di kota Jakarta, kota yang saat ini saya tinggali. Baik pagi, siang maupun sore hari rasanya hampir tak ada bedanya, jalanan selalu penuh sesak oleh kendaraan-kendaraan yang hampir tak bergerak. Dibilang bosan, tentu saja fenomena macet sangat membosankan, tapi mau bagaimana lagi? Ya inilah Jakarta, kota yang terkenal dengan kemacetannya.

Kemacetan tentu saja tidak akan menjadi masalah yang serius jika seandainya tidak memiliki dampak yang negatif serta merugikan banyak pihak. Beberapa dampak nagatif yang saya kutip dari Wikipedia tersebut diantaranya: kerugian waktu, pemborosan energi, meningkatkan polusi udara, meningkatkan stress pengguna jalan, serta mengganggu kelancaran kendaraan darurat seperti ambulans, pemadam kebakaran dalam menjalankan tugasnya dan masih banyak lagi dampak negatif lainnya. Pada intinya macet hampir tidak memberikan dampak yang menguntungkan kecuali bagi pedagang asongan yang sering menjajakan dagangannya di tengah-tengah kemacetan.

Macet merupakan masalah yang sangat klasik. Pertama kali saya mendengar istilah macet saja adalah ketika usia Saya masih sangat kecil, yaitu lewat lagu Si Komo Lewat Tol yang dinyanyikan oleh Melisa dan Kak Seto. Lagu tersebut sebenarnya secara tidak sengaja telah memberikan solusi untuk kemacetan, yaitu lewat jalan tol. Namun pada kenyataanya, saat ini jalan tol sudah hampir tak ada bedanya dengan jalan biasa, sama saja macetnya. Dan dari lagu Si Komo Lewat Tol tersebut kita tahu, bahwa ternyata dari dulu macet memang cukup membuat bingung Pak Polisi dan juga orang-orang.

Secara umum, kemacetan terjadi karena adanya ketidakseimbangan antara pertumbuhan kendaraan bermotor yang terus bertambah dibanding dengan daya tampung jalan yang digunakan sebagai sarana untuk berjalan kendaraan-kendaraan tersebut. Ya, bagaimana tidak terjadi penumpukan kendaraan di jalan yang kapasitasnya tidak bertambah sedangkan kendaraan-kendaraan yang melintasi jalan tersebut setiap hari jumlahnya semakin bertambah dan terus bertambah?

Dari penjelasan singkat di atas tadi sebenarnya sudah dapat disimpulkan bahwa untuk mengurangi kemacetan solusinya cuma 2, yaitu: pembatasan volume kendaraan atau menambah sarana jalan. Tapi pada prakteknya penyelesaianya tidaklah sesederhana itu. Solusi-solusi tersebut tidaklah sebegitu mudahnya untuk diimplementasikan di lapangan. Banyak sekali aspek yang menjadi kendala serta tentu akan timbul pro dan kontra dalam pelaksanaannya.

Seperti yang kita ketahui, untuk mengatasi hal ini, pemerintah tidak tinggal diam. Bahkan pemerintah telah mengupayakan berbagai cara agar masalah kemacetan bisa teratasi, mulai dari: pengadaan busway, layanan MRT (Mass Rapid Transit), comutter line, pemberluakuan 3 in 1 pada jam-jam tertentu di beberapa ruas jalan protocol, dan belum lagi wacana tentang pemindahan Ibu Kota Negara ke kota lain yang sampai sekarang solusi-solusi tersebut tampak belum terasa efeknya dalam mengurangi kemacetan yang ada di Jakarta.

Banyak yang beranggapan bahwa kemacetan di Jakarta itu tidak akan pernah terselesaikan. Bisa jadi pendapat tersebut tidak sepenuhnya benar, tapi tidak juga sepenuhnya salah. Pendapat tersebut bisa saja menjadi benar jika kita semua diam saja, tidak memiliki kepedulian serta kesadaran dalam berlalulintas serta tidak berbuat apa-apa untuk mengurangi kemacetan. Saya sendiri yakin bahwa setiap permasalahan yang ada, sesulit apapun itu, jika kita mau mencari dan mau memikirkannya pasti selalu ada jalan keluarnya. Lucunya, kebanyakan orang yang pesimis dengan permasalahan macet di Jakarta tadi justru malah sibuk mencari pihak-pihak yang bisa disalahkan, bukan malah mencari solusi terbaik bagaimana kemcetan tersebut bisa terpecahkan, padahal yang kita butuhkan untuk memecahkan masalah kemacetan ini hanyalah solusi.

Saya yakin setiap orang punya solusi sendiri-sendiri, selama orang tersebut masih memiliki akal sehat.  Dan berikut ini adalah beberapa langkah yang menurut Saya mungkin bisa dilakukan untuk membantu mengurangi permasalahan kemacetan lalu lintas yang ada di Jakarta:

1.       Memperbaiki pelayanan transportasi umum

Ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan seseorang merasa enggan untuk menggunakan kendaraan umum, salah satunya adalah dari segi keamanan dan kenyamanan. Banyak orang yang malas untuk menunggu angkutan umum yang kadang tidak tepat waktu, jalan secara ugal-ugalan, belum lagi mereka harus berdesak-desakan dengan penumpang lainnya serta terus meningkatnya angka kriminalitas di dalam angkutan umum. Ya tentu saja hal ini membuat banyak orang menjadi berpikir dua kali ketika hendak memilih untuk menggunakan transportasi umum.

Sudah selayaknya anjuran pemerintah untuk menggunakan transportasi umum diimbangi dengan peningkatan pelayanan sarana transportasinya, mulai dari segi keamanan, kenyamanan, keteraturan, kedisiplian pengemudinya, ketepatan waktu serta tarifnya yang terjangkau sehingga membuat orang tak lagi perlu berpikir untuk beralih menggunakan kendaraan umum yang pada akhirnya kepadatan lalu lintas yang ditimbulkan oleh banyaknya penggunaan kendaraan pribadi dapat berkurang.

2.       Batasi jumlah kendaraan

Banyak yang berpikir bahwa “Kalo ga pengen macet, ya gak usah beli kendaraan”. Oke, pendapat tersebut memang tidak ada salahnya, dengan tidak membeli kendaraan baru mungkin bisa saja kita dapat terhindar dari penumpukan kendaraan bermotor di jalanan, lantas bagaimana dengan nasib produsen kendaraan tersebut?
 
Saya rasa pembatasan jumlah kendaraan dengan cara mengurangi angka pembelian merupakan hal yang masih sulit untuk dilakukan. Sebenarnya masih ada cara lain yang mungkin dapat dilakukan yang masih ada kaitannya dengan pengendalian jumlah kendaraan agar dapat sesuai dengan daya tampung ruas jalan yang ada. Misalnya dengan membatasi satu nama orang hanya boleh digunakan untuk kepemilikan satu kendaraan, atau satu rumah hanya boleh memilki satu kendaraan roda empat dan satu roda dua, atau mungkin juga dengan cara membatasi umur kendaraan seperti yang sudah dijalankan di beberapa Negara tetangga serta bisa juga dengan sering melakukan penertiban kendaraan-kenadaraan yang tidak dilengkapi dengan surat-surat.

3.       Pemanfaatan moda air

Di kota-kota besar di luar negeri sana tidak sedikit yang memanfaatkan kendaraan air yang memanfaatkan moda air sebagai sarana transportasi massal. Di Jakarta sendiri sebenarnya banyak kali atau sungai serta kanal yang mungkin bisa kita manfaatkan sebagai sarana transportasi alternatif. Namun lagi-lagi tentu saja hal ini juga tidak segampang itu, pemerintah perlu melakukan perbaikan serta pembenahan bantaran sungai dan kanal agar bisa digunakan dengan baik sebagai sarana prasarana angkutan umum air serta dapat agar terintegrasi dengan baik yang pada akhirnya dapat mengurangi kemacetan lalu lintas.

Untuk mewujudkan hal ini, memang dibutuhkan dana serta jangka waktu yang tidak sedikit. Semoga saja hal ini bisa untuk dipertimbangkan sebagai solusi jangka panjang mengatasi kemacetan di kota Jakarta.

4.  Pengaturan jam kerja, jam sekolah, serta jam perusahaan agar tidak dalam jam yang bersamaan.

Macet kerap terjadi pada jam-jam sibuk, terutama pada jam-jam berangkat sekolah, berangkat kantor serta jam-jam kerja lainnya. Sebab, pada jam-jam tersebut orang-orang yang memiliki aktifitas khususnya yang melakukan perjalanan menggunakan kendaraan akan tumpah ruah ke jalan memadati jalanan yang ada. Untuk mengurangi kemacetan, agaknya hal ini mungkin perlu untuk dikaji ulang agar tidak terjadi kepadatan kendaraan pada jam-jam aktifitas tersebut.

5.       Evaluasi putaran (U Turn)  dan traffic light (Lampu Merah).

Di sadari atau tidak, putaran (U Turn) di beberapa titik pusat perbelanjaan serta perkantoran sering mengakibatkan penyempitan yang berujung pada kepadatan alur lalu lintas. Keberadaan putaran tersebut memang sangat bermanfaat, namun jika terlalu banyak serta jarak yang terlalu berdekatan tentu saja malah akan menimbulkan kepadatan kendaraan yang melintas. Selain untuk mengurangi potensi kemacetan, evaluasi putaran (U turn) tersebut juga diharapkan dapat mengurangi keberadaaan Polisi Cepek.

Sama halnya dengan keberadaan traffic Light atau yang lebih kita kenal dengan sebutan lampu merah. Umumnya lampu merah berfungsi sebagai pengendali arus lalu lintas, namun di beberapa titik durasi traffic light yang terlalu lama malah menjadi sumber kemacetan dikarenakan terjadinya penumpukan kendaraan. Mungkin ada baiknya durasi traffic light tersebut agar dipertimbangkan kembali.

Dari sekian banyak solusi yang tadi saya uraikan semua itu takkan berarti apa-apa tanpa adanya kerja sama dengan peran masyarakat sebagai pengguna jalan itu sendiri. Sebab yang saya lihat kemacetan itu sendiri kerap terjadi justru karena diakibatkan banyaknya pengguna jalan yang melanggar peraturan lalu lintas. Mulai dari angkot yang ngetem bukan pada tempatnya, penggendara sepeda motor yang suka melawan arus dan putar balik bukan pada tempatnya, mobil yang parkir sembarangan, belum lagi kendaraan-kendaraan yang tidak dilengkapi dengan surat-surat yang masih sering berkeliaran di jalanan yang hanya menambah volume kendaraan di jalanan serta pelangaran-pelanggaran lain yang masih saja sering dilakukan secara massal. Sepertinya terdengar sepele, namun justru karena pelanggaran-pelanggaran sepele itulah justru yang justru berpotensi untuk memperparah kemacetan yang ada.

Beberapa orang pasti pernah melakukan pelanggaran dalam berlalu lintas (seperti menerobos lampu merah, masuk ke jalur busway atau putar balik bukan pada tempatnya, dan lain-lain) dengan alasan: Tidak adanya polisi yang bertugas di lokasi tersebut. Beberapa pengendara yang memang sudah terbiasa tidak tertib tentu saja menganggap hal ini merupakan sebuah kesempatan untuk melanggar peraturan lalu lintas, beberapa orang lagi mungkin cuma ikut-ikutan kendaraan yang ada di depannya yang jelas-jelas salah. Jika hal ini terus dibiarkan, maka keadaan ini akan terus memunculkan kesempatan-kesempatan bagi para pengendara yang tidak tertib untuk terus melakukan pelanggaran.

Di beberapa tempat yang kebetulan sering saya lewati, beberapa petugas terkesan membiarakan para pengendara yang terbukti melakukan pelanggaran. Saya sendiri kurang mengerti, entah memang ada beberapa golongan tertentu yang memang berhak mendapatkan kompensasi bebas dari sanksi, atau memang ada jam-jam tertentu yang memang diperbolehkan untuk melakukan pelanggaran, atau memang ada alasan lain.

Bukankah sudah menjadi kewajiban petugas untuk menindak para pelanggar? Yang pasti kesalahan para pelanggar yang dibiarkan oleh para petugas akan membuat mereka berpikir seolah-olah kesalahan tersebut sudah menjadi sebuah kebenaran. Dan dengan begitu akan membuat mereka menjadi teribiasa dengan pelanggaran-pelanggaran lalu lintas. Mengutip dari pesan Bang Napi yang sudah saya sedikit ubah: “Pelanggaran berlalu lintas terjadi bukan karena adanya niat pengendaranya, tapi karena adanya kesempatan...”. Untuk itulah saya berharap kepada para petugas untuk selalu menindak tegas para pelanggar tersebut.

Pada dasarnya masyarakat bukan takut pada peraturannya, tapi takut pada petugas yang ada. Masyarakat hanya tertib ketika ada petugas, dan ketika tidak ada petugas mereka akan berbuat semaunya di jalanan. Ketika pengguna kendaraan tersebut tidak tertib tentu saja akan mengganggu hak pengendara lain yang pada akhirnya berpotensi memperparah kemacetan, sebaliknya ketika pengendara tersebut tertib dengan peraturan yang ada maka kemungkinan situasi kemacetan akan sedikit berkurang.

Beberapa bulan lalu, tidak sengaja saya menyaksikan sebuah liputan yang menayangkan ide penempatan manekin atau boneka manusia berseragam polisi yang diletakan di tepi jalan dengan tujuan untuk mengantisipasi kecelakaan. Boneka-boneka tersebut secara tidak sengaja telah memberi efek visual kepada setiap pengendara sehingga mereka secara otomastis akan mengurangi kecepatan mereka serta menghindari segala bentuk pelanggaran dalam berlalulintas. Selain ide tersebut cukup unik dan kreatif, nyatanya cara tersebut cukup efektif jika dilihat angka kecelakaan yang ada di lokasi tersebut.

Saya pikir ide tersebut bisa diadopsikan di beberapa jalan di kota Jakarta, terutama di titik-titik yang sering ditemukan pelangaran-pelangaran berlalu lintas. Misalnya di sekitar lokasi lampu merah yang sering ditemui para penerobos lampu merah, di sekitar lokasi putaran yang tidak digunakan sebagai mana mestinya, atau mungkin di sekitar lokasi yang sering digunakan oleh pengendara untuk melawan arus. Dengan adanya manekin-manekin yang menyerupai personil kepolisian lengkap dengan seragam kepolisian, serta helm polisi tersebut diharapkan bisa berfungsi untuk mengurangi jenis-jenis pelanggaran lalu lintas yang sering dilakukan oleh masyarakat.

Terlepas dari pro dan kontra, dengan adanya manekin-manekin mirip polisi tersebut bukan berarti polisi yang beneran bisa bebas dari tugasnya. Ketika ada pengendara yang masih saja nekat melakukan pelanggaran, tentu saja ini menjadi tugas polisi yang beneran untuk segera menindak pelaku pelanggaran tersebut.

Kemacetan bukanlah masalah yang harus di selesaikan oleh pemerintah sendiri ataupun oleh Polisi Lalu Lintas sendiri, tapi masalah kemacetan adalah masalah yang harus kita selesaikan bersama-sama baik oleh pemerintah, petugas maupun masyarakat selaku sebagai pengguna jalan.

Selama ini kita hanya berpikir bahwa untuk mengatasi kemacetan lalu lintas adalah tugas pemerintah. Sungguh sebuah pemikiran yang dangkal. Apappun kebijakan pemerintah terkait untuk mengatasi kemacetan tidak akan artinya apa-apa jika kita sendiri sebagai pengguna jalan tidak turut serta berperan untuk mengatasi kemacetan misalanya dengan taat pada tata tertib lalu lintas yang ada. Hal kecil inilah yang diharapkan bisa merubah sesuatu ketika kita semua mau untuk melakukannya.

Saya sendiri heran, meski pelanggar sering diberi sanksi tegas, namun rasanya sanksi-sanksi tersebut tidak membuat mereka jera. Terbukti hampir hampir setiap hari selalu saja ada pelanggar yang melakukan pelanggaran yang sama. Sebenarnya bagian mananya yang salah? Apakah sanksi yang dijatuhkan masih terbilang ringan sehingga tidak menimbulkan efek jera atau memang para pelanggarnya yang memang bebal dan susah diatur? 

Sebagai pengguna jalanan di Jakarta saya berharap pada Polisi Lalu Lintas yang bertugas untuk selalu menindak tegas setiap pelanggar. Saya rasa, hanya dengan cara tersebut kemacetan dapat sedikit berkurang. Mengingat entah berapa banyak solusi yang dihadirkan oleh pemerintah untuk mengurangi kemacetan namun sampai sekarang hasilnya masih saja nihil.

Banyak orang yang tidak sadar bahwa mereka yang mengeluhkan kemacetan justru diri mereka sendirilah yang menjadi biang kemacetan yang ada di Jakarta. Percuma setiap hari teriak macet jika mereka sendiri tidak tertib dan disiplin dan berkendaraan. Mereka yang tidak mau mengalah, mereka yang tidak menghargai hak pengguna jalan yang lain, dan mereka yang hanya mementingkan kepentingannya sendiri. Orang-orang tesebutlah yang menjadi pemicu semakin kronisnya kemacetan yang ada di Jakarta.

Sejitu apapun solusi pemerintah untuk mengatasi kemacetan, hanya akan terdengar sebatas basa-basi, selama semua orang kurang punya kesadaran diri dalam berlalu lintas. Saya yakin tidak sedikit juga orang yang sadar bahwa yang mereka lakukan itu salah, bahwa yang mereka lakukan itu melanggar hak orang lain, dan yang mereka lakukan itu terkadang membahayakan baik bagi dirinya maupun bagi orang lain, namun tetap saja mereka melakukanya dan seolah-olah telah membudaya. Hal tersebut menandakan bahwa kesadaranpun tidak cukup membuat mereka sadar.

Untuk menanggulangi hal tersebut saya hanya berharap sepenuhnya kepada Ditlantas selaku yang bertugas untuk menyelenggarakan dan membina fungsi lalu lintas kepolisian bekerja sama dengan masyarakat selaku sebagai pengguna jalan untuk dapat meningkatkan kesadaran, kedisiplinan, serta ketaatan dalam berkendara.

*Tulisan ini merupakan versi penuh dari tulisan ini

Image by Pixabay.com

You Might Also Like

0 komentar

Popular Posts

Like us on Facebook

Instagram

Subscribe